Mencita-citakan Negara Hukum ; Pemikiran Yusril Ihza Mahendra

MENUKIL ungkapan Yusril dalam  perbincangan ini, penegakan hukum peradilan yang mandiri selalu dipandang sebagai prasyarat mencapai penegakan hukum yang benar dan adil. Prasyarat  ini baru memuat sebagian kebenaran. Masih ada syarat lain yang tidak kalah penting yakni syarat imparsialiti atau sikap tidak berpihak dalam memperlakukan hukum sebagai satu-satunya dasar dalam memutuskan perkara oleh hakim, kecuali aparat hukum memang berniat yang sungguh-sungguh melukai rasa keadilan atau bersikap tidak mencerminkan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai kepantasan. Lantas benarkah demikian?

Reformasi pada dasarnya merupakan suatu gerakan moral dan kultural untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip negara hukum. Berdasarkan prinsip ini akan terbangun masyarakat Indonesia baru yang dicita-citakan, yakni masyarakat yang lebih demokratis, berkeadilan, menghargai harkat dan martabat manusia, dengan menempatkan hukum sebagai suatu yang “supreme” dalam kehidupan bersama. Prinsip ini mengandung suatu pengakuan bahwa untuk waktu yang cukup lama di masa lalu, prinsip yang sangat berharga tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Cita-cita menciptakan peradilan yang mandiri secara tegas telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, di mana dalam penjelasan pasal 24 dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka. Artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Melihat pada ketentuan konstititusi ini, negara sudah sepantasnya menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para pendiri bangsa ini yang memiliki pandangan jauh ke depan melebihi zamannya, yang telah meletakkan dasar-dasar negara hukum dalam konstitusi Republik Indonesia.

Sumber : http://riaupos.co/103637-berita-mencitacitakan-negara-hukum.html#.VvxvKjF3DIU

Post a Comment

أحدث أقدم